Berita Choir

I really miss Him and spirit of Christmas in Excelcis Deo

Saudara-saudara yang Kekasih,

Seperti yang Saudara tahu, peringatan ulang tahunKu semakin dekat. Setiap tahun diadakan perayaan untuk menghormatiKu dan Aku kira tahun ini juga.

Menjelang perayaan, banyak orang berbelanja hadiah, pengumuman di radio dan iklan TV. Dunia berkata bahwa perayaan semakin dekat dan semakin dekat lagi.
Yang sangat membahagiakan adalah, paling tidak setahun sekali, beberapa orang mengingat Aku. Dan kita semua tahu bahwa perayaan itu sudah dimulai bertahun-tahun lalu.
Awalnya orang-orang tampaknya mengerti dan bersyukur atas apa yang sudah Aku lakukan bagi mereka. Tetapi kemudian tak seorangpun mengerti dasar diadakannya perayaan ini.
Sanak saudara dan handai taulan berkumpul. Pakaian, perhiasannya alangkah elok. Mereka bergembira tanpa memahami arti perayaan itu sendiri.. Aku ingat tahun lalu, ada pesta besar demi menghormatiKu. Meja sarat aneka rupa makanan lezat – dari kue, coklat sampai buah-buahan. Hiasan, pajangan semua mengagumkan. Bingkisan-bingkisan bertumpuk, dibungkus kertas warna warni. Sangat indah.


Namun, ingin tahukah Saudara? Aku tidak diundang.
Aku seharusnya menjadi tamu kehormatan tetapi mereka lupa mengirimiKu undangan.


Pesta itu untuk Aku tapi ketika saat bahagia itu tiba, mereka meninggalkanku diluar, pintu ditutup didepan mataKu…….. Aku ingin bersama mereka, duduk bersama di meja yang sama.
Sebenarnya ini tidaklah terlalu mengherankanKu karena beberapa tahun belakangan orang-orang mulai menutup pintu bagiKu. Karena Aku tidak diundang maka Aku memutuskan untuk diam-diam masuk dan duduk di pojok.
Mereka minum-minum, ada yang mabuk, ngobrol sana sini sambil tertawa riang. Bahagianya mereka.


Untuk melengkapi kesukaan itu, datanglah seseorang besar gemuk
berpakaian merah dan berjenggot putih panjang. Ho..Ho..Ho!, serunya. Sepertinya ia mabuk. Ia duduk di sofa lalu semua anak menyerbunya sambil berteriak - Sinterklas…Sinterklas… seakan-akan perayaan itu untuk menyambut dan menghormatinya!
Tengah malam semua orang mulai saling berpelukan. Aku membentangkan tangan, menunggu ada yang memelukKu. tahukan Saudara, tak seorangpun menghampiri dan memelukKu.



Lalu mereka bertukar hadiah. Mereka membukanya dengan suka cita, penuh harapan. Ketika semua sudah terbuka, Aku mulai mencari-cari kalau-kalau ada satu untuk Aku. Ternyata tak ada satupun. Apakah yang Saudara rasakan ketika semua orang bertukar hadiah lalu Saudara sendiri tidak mendapatkan?
Lalu Aku sadar bahwa Aku tidak dibutuhkan dalam pesta itu oleh karenanya Aku disisihkan.
Tahun demi tahun terjadi dan semakin menyedihkan. Orang-orang hanya ingat hadiah, baju baru, pesta, makan dan minum. Dan tak seorangpun ingat Aku.








Aku demikian ingin di hari Natal ini Saudara memperbolehkan Aku masuk dalam hidup Saudara.
Aku ingin Saudara mengingat bahwa sudah 2009 tahun yang lalu Aku datang di dunia untuk memberikan hidupKu bagi Saudara, diatas kayu salib, untuk menyelamatkan Saudara.
Hari ini, aku semata-mata ingin Saudara percaya sepenuh hati.
Yang ingin Aku sampaikan adalah: karena begitu banyak yang tidak
mengundangKu ke pesta maka Aku akan membuat perayaan sendiri. Sebuah pesta bertabur kemegahan yang belum pernah terbayangkan oleh siapapun – perjamuan agung. Saat ini aku sedang menyiapkan segalanya.


Hari ini Aku menyebar undangan dan ada satu undangan untuk Saudara. Betapa Aku ingin tahu minat Saudara untuk datang. Bila “ya” maka Aku akan menyiapkan tempat serta menuliskan nama Saudara dengan tinta emas di buku tamuKu.
Hanya mereka yang namanya tercatat akan memperoleh tempat duduk layak. Mereka yang tidak membalas undangan akan ditinggalkan di luar..
Bersiaplah sebab bila semua persiapanKu telah selesai, Saudara akan duduk dalam perjamuan agungKu.
*Bagikan kepada orang lain yang Saudara cintai sebelum Natal tiba.
Sampai jumpa.
Aku mengasihimu.


Yesus




Copy-Paste kode di bawah ini jika Anda ingin mempublikasikannya ulang untuk keperluan non-komersil. DILARANG memodifikasi separuh atau seluruh bagian dari kode tersebut.

*Widget By freedoo Baca Selengkapnya......

HARGA SEBUAH PENGKHIANATAN

Pukul dua dini hari, aku baru beranjak dari kantor dan berharap dapat segera tiba di rumah. Menggebug si AVP Arena tanpa ampun. Berharap segera menikmati kasur empuk dan tertidur dengan pulas setelah seharian beraktivitas tanpa istirahat. Di tengah perjalanan tiba-tiba terdengar panggilan naluriah. Ternyata telah terjadi pemberontakan dalam diriku, bunyi perutku yang keroncongan. Lalu kuputuskan untuk singgah di sebuah warung sari laut favoritku. Menyapa mas Gatot yang sudah sangat faham dengan menu kesukaanku. Dan tanpa banyak ba bi bu, mas Gatot langsung Action!

Di dalam warung aku tidak sendiri. Di sebuah meja besar duduk sekitar 8 orang lelaki bertubuh kekar, bersama seorang Bapak paruh baya yang mereka panggil Pak Haji. Dan, astaghfirullah… ternyata bersama mereka juga ada seorang anak kecil. Seorang anak perempuan yang aku perkirakan usianya baru sekitar 2 sampai 3 tahun. Matanya begitu sendu dan sepertinya sudah sangat mengantuk. Raut mukanya sedih. Dan yang aneh, para lelaki kekar itu dan Pak Haji yang bersama mereka seolah tak ambil pusing dengan keadaan si gadis kecil. Aku menatap matanya. Dan sesekali ia pun menatap ku dengan pandangan yang begitu menghiba.Penasaran, sambil menunggu mas Gatot menyelesaiakan menu makan subuhku aku berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Dari pembicaraan mereka yang memang disampaikan dengan suara keras, aku mulai sedikit memahami arah pembicaraan mereka. Ternyata para lelaki kekar itu adalah anak buah Pak Haji. Dan si gadis cilik itu adalah anak Pak Haji. Dan mereka sedang membicarakan tentang istri Pak Haji yang saat itu mereka ketahui sedang “berzina” dengan lelaki lain di suatu tempat. Mereka sedang bermusyawarah, apakah segera menggerbek tempat mereka bermaksiat, atau kah malaporkan ke Polisi dan bersama Kepolisian menggerebek istri Pak Haji yang berkhianat itu. Dan tentu saja, nasib lelaki selingkuhan istri Pak Haji sebentar lagi ditentukan oleh delapan lelaki kekar ini.

Dalam beberapa kalimat yang dilontarkan Pak Haji, tergambar dengan jelas kebenciannya pada sang Istri. Bahkan ia tak peduli jika istrinya itu harus mendekam di penjara untuk selama-lamanya. Hanya saja yang ia belum mengerti adalah akan dia kemanakan gadis cilik mereka yang belum tahu apa-apa itu. Pak Haji sendiri sepertinya tidak ambil pusing dengan anaknya itu. Bahkan beberapa kali sambil berbicara dia menunjuk-nunjuk gadis ciliknya dengan kesan yang kasar. Seolah tersimpan penyesalan atas kelahirannya. Dan tentu saja, si gadis cilik itu tetap tak mengerti apa-apa. Aku terenyuh, betapa mahal harga sebuah pengkhianatan. Si gadis cilik yang tak tahu apa-apa harus menjadi korban amarah orang tua mereka yang bodoh…

Sahabat, membaca tulisan ini tentu berbeda rasanya dengan menyaksikan sendiri kejadiannya. Menyaksiakan wajah gadis ciliki itu membuat fase-fase hidupku setelahnya menjadi kurang nyaman. Bayangannya terus hadir bersama wajah yang begitu tulus, dengan raut yang menghiba. Menjelang tidur, dikala bangun, dan saat melintasi warung mas Gatot. Aku ingin menangis atasnya. Tapi aku juga tahu jika tangisan itu tak ada gunanya. Aku heran mengapa anak sekecil itu harus selalu menjadi korban amarah orang tua yang tak pernah dewasa. Mencari alasan pengkhianatan mereka mungkin banyak jawabannya. Tetapi menemukan logika untuk mengorbankan seorang buah hati yang belum mengerti apa-apa sungguh tak ada penjelasannya. Tak ada logikanya.

Sahabat, mungkin itulah harga termahal dari sebuah pengkhianatan. Harganya adalah jiwa. Jiwa polos yang tak bedosa. Dan entah bagaimana kedua orangtuanya kelak mempertanggungjawabkan harga dari pengkhianatan itu. Dan kalaupun si anak dapat terus tumbuh dewasa. Entah akan jadi apa anak ini kelak dengan nasib tragis (dan bodoh) yang menimpa orang tuanya. Dan aku hanya bisa heran, mengapa manusia begitu gemar melukai masa depan darah daging mereka, buah cinta mereka. Harga yang terlalu mahal untuk sebuah pengkhianatan…


So, hari siapa yang telah anda Khianati....teman mu saudara mu belahan jiwa mu. Apapun keadaan sebuah penghiatan adalah hati yang terluka. Bahkan dengan dalih mengatasnamakan sebuah kebenaran yang belum terbukti bahkan dengan cara yang tak manusiawi.....PENGHIANATAN akan terus menghantui nya.....
dan akan ada hati yang terluka!

Kenanglah Betapa sedihnya Hati Yesus saat Yudas berkhianat....
Memorial for @Choir Gbi Sukawarna

inspirasibangirwan.blogspot

Copy-Paste kode di bawah ini jika Anda ingin mempublikasikannya ulang untuk keperluan non-komersil. DILARANG memodifikasi separuh atau seluruh bagian dari kode tersebut.

*Widget By freedoo Baca Selengkapnya......

Hidup Sederhana Dan Sedekah

Bahan Bacaan: Fil 4:11; Ibr 13:5; Mat 6:1-4; 2 Kor 8:14; 1 Pet 1:17; Yoh 10:10-11; Luk 21:2; Mat 6:32-33).
Membicarakan sampai di mana batas hidup sederhana, ada satu hal yang relatif: apa yang menurut saya cukup belum tentu cukup bagi orang lain, demikian sebaliknya. Maka yang penting adalah kejujuran kita di hadapan Tuhan yang sanggup untuk memberikan kepekaan kepada kita akan batas-batas tersebut.

Belajar dari orang-orang Puritan pada jamannya, ada satu tekanan dalam tulisan-tulisan mereka, yaitu apa yang disebut ‘the spirit of contentment’ (mencukupkan diri dengan apa yang ada pada saya). Juga dalam konteks inilah kita melatih hidup sederhana (yaitu mencukupkan diri dengan apa yang ada), sebab dengan demikian kita menjadi orang yang mensyukuri anugerah dan berkat Tuhan atas diri kita pribadi. Jeremiah Burroughs (seorang Puritan) bahkan mengatakan bahwa spirit of contentment ini sebagai rahasia hidup berbahagia, dimana saya tidak menyiksa diri dengan berbagai keinginan, nafsu atau ambisi yang mencelakakan.

Latihan hidup sederhana juga membuat kita menyadari bahwa hidup kita di dunia ini seperti layaknya seorang musafir, seorang yang hanya menumpang di dunia yang sementara ini. Orang yang hidup sebagai musafir tidak akan memiliki satu ambisi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, sebagaimana seorang yang sedang bepergian tidak akan membawa bekal sebanyak-banyaknya, karena dia tahu seluruh hidupnya adalah sebuah perjalanan yang bersifat sementara, menuju kepada kekekalan. Seluruh kehidupannya adalah kehidupan yang investasinya pada kehidupan yang akan datang, bukan kehidupan saat ini.
Alkitab mengajarkan bahwa mereka yang hidup berkelimpahan adalah mereka yang hidupnya mengalirkan pemberian. Sebab lebih berbahagia mereka yang memberi daripada yang menerima. Ada orang yang secara materi hidupnya berkelimpahan, namun seperti kata firman Tuhan ‘tidak diberikan karunia untuk menikmatinya’. Orang seperti ini sebenarnya miskin dan kasihan sekali. Hidupnya bukanlah hidup yang mengalirkan berkat Tuhan, melainkan yang menyedot semua keuntungan untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang menurut ukuran dunia bukanlah orang yang berkelimpahan, namun yang hidupnya senantiasa memberi dan mengalirkan anugerah dan berkat Tuhan bagi orang lain adalah orang yang sungguh-sungguh hidup dalam segala kelimpahan, karena hidupnya selalu luber. Maka pada saat kita memberi, kita sekaligus mengalami pembentukan Tuhan untuk memasuki kehidupan yang semakin diperkaya di dalam Dia.
Seluruh hidup Tuhan Yesus Kristus adalah hidup yang memberi, bahkan Dia memberikan yang paling berharga, yaitu nyawa-Nya sendiri bagi tebusan dosa-dosa kita.
Hanya orang yang mengalami penebusan di dalam Kristus yang sungguh-sungguh dapat melakukan pemberian yang tulus dan diperkenan oleh Tuhan. Sebagai manusia yang berdosa kita sebenarnya tidak mampu untuk memberi. Seringkali pemberian kita bersifat: munafik, mencari identitas diri, takut dianggap orang kikir, membanggakan diri, menyatakan diri sebagai seorang yang bermoral, dlsb. Motivasi-motivasi seperti itu adalah sesuatu yang menjijikkan di hadapan Tuhan, karena yang terjadi sebenarnya bukanlah saya memberi kepada orang lain, melainkan dari kegiatan rohani tersebut saya berusaha mencari keuntungan, satu kerohanian atau spiritualitas yang berpusat dan bertujuan pada diri sendiri! Namun mereka yang telah mengalami kasih Kristus akan memberi dengan hati yang jujur, karena pemberian itu pada dasarnya mengalir dari Tuhan sendiri, sementara kita sendiri hanyalah sekedar alat, saluran, hamba yang tidak berguna. Dan kita melakukannya dengan mengembalikan segala kemuliaan kepada Tuhan, satu-satunya yang berhak menerimanya. Inilah sekaligus bedanya spiritualitas kekristenan: kita memberi karena Tuhan memberi, maka pemberian kita adalah pemberian Tuhan sendiri. Kita memberi untuk Tuhan, bukan demi diri kita, bahkan bukan juga demi sesama kita, melainkan sekali lagi demi Tuhan (menarik bahwa dalam konteks ini seorang pengkhotbah mengatakan bahwa dalam kacamata orang humanis sekuler Tuhan Yesus pun bersalah karena Dia tidak menyembuhkan semua orang sakit yang ada di kolam Bethesda, padahal semua orang betul-betul menderita). Kita pun tidak dipanggil untuk melayani setiap orang yang tampaknya membutuhkan pertolongan karena berada dalam penindasan (seperti yang sangat ditekankan dalam Liberation Theology) melainkan untuk melayani setiap orang yang Tuhan percayakan dalam hidup kita.

Berikutnya orang yang sungguh berkelimpahan memberi dalam kekurangan, bukan hanya dalam kelebihan. Contoh yang indah yang diajarkan dalam Alkitab adalah perbuatan seorang janda miskin yang dipuji oleh Tuhan Yesus sendiri. Janda ini mempersembahkan uangnya bukan dari kocek-nya yang berlebihan melainkan di dalam kekurangannya. Seseorang yang di dalam himpitan kesulitan dan penderitaan masih mengalirkan cinta kasih adalah seorang yang kerohaniannya patut menjadi teladan kita. Tuhan Yesus di atas kayu salib mengalami penderitaan yang luar biasa, dan di dalam 'kekurangannya' itu Dia mengalirkan anugerah, belas kasihan dan cinta kasih yang menyelamatkan Saudara dan saya. Hidup-Nya adalah hidup yang berkelimpahan di tengah-tengah kekurangan. Seperti kata Paulus, ‘meskipun miskin, namun memperkaya banyak orang’.
Sebagaimana tertulis dalam Matius 6:1-4 latihan memberi sedekah ini dilakukan dalam ketersembunyian. Spiritualitas Kristen seharusnya adalah spiritualitas ‘ketersembunyian’, bukan spiritualitas ‘show off”. Ketika berdoa mengunci pintu, ketika berpuasa tidak menunjukkan muka yang sedang berpuasa, ketika tangan kanan memberi tangan kiri tidak perlu mengetahuinya. Pada dua yang pertama, kita menyembunyikannya dari orang lain, namun di sini Tuhan Yesus mengajarkan dan sekaligus membuka kerapuhan dan kerentanan manusia yang berdosa yang bahkan juga tidak mampu menyembunyikannya terhadap tangan kirinya sendiri (yaitu dirinya sendiri!). Banyak orang yang berhasil menahan diri dari pujian orang lain, namun gagal untuk tidak memuji diri sendiri. Di sinilah Tuhan kita mengajarkan agar kita menyembunyikan spiritualitas kita bukan hanya di hadapan orang lain, melainkan bahkan juga terhadap diri kita sendiri, karena ‘Bapa kita yang di sorga mengetahuinya’.
Yang terakhir, hidup sederhana dan memberi sedekah adalah sebuah latihan bagi iman kita akan kemahakuasaan Tuhan untuk memelihara dan mencukupkan kebutuhan kita. Seringkali pada saat kita hendak memberi yang ada di benak kita adalah bagaimana nanti dengan tabungan saya untuk masa depan. Tuhan mengetahui bahwa kita adalah orang-orang yang lemah, yang mungkin saja secara doktrinal mengerti dengan baik ‘Providensia Allah’, namun dalam kehidupan kita mengikut Tuhan tidak percaya pada doktrin tersebut. Dalam pembentukan spiritualitas yang terjadi seharusnya adalah integrasi dari apa yang kita tahu, sekaligus adalah apa yang kita percaya, yaitu apa yang kita lakukan dan akhirnya kita mengalaminya bersama dengan Tuhan, yang begitu mengasihi kita.
Tuhan memberkati kehidupan kita sekalian!

Sola Gratia, Solus Christus, Soli Deo Gloria!



Ditulis oleh Billy Kristanto, seorang penginjil yang sedang melayani di Gereja Reformed Injili Indonesia, Jakarta



Copy-Paste kode di bawah ini jika Anda ingin mempublikasikannya ulang untuk keperluan non-komersil. DILARANG memodifikasi separuh atau seluruh bagian dari kode tersebut.

*Widget By freedoo Baca Selengkapnya......

Filsafat Pelayanan

Pada waktu kita melihat jaman dalam konteks pelayanan kita, dapat dikatakan bahwa jaman ini adalah jaman yang selalu berubah, tidak sama dengan jaman yang dahulu maupun yang berikutnya. Suatu jaman selalu mempunyai tanda, semangat dan warna tersendiri yang berbeda dari jaman sebelumnya. Memang, pada waktu kita melihat jaman dalam kehidupan, kita lihat adanya suatu culture yang sebenarnya berubah secara drastis. Di dalam hal ini juga, generasi Saudara adalah suatu generasi yang sangat unik, karena kita berada dalam satu peralihan dari suatu culture, dan mungkin kita sendiri, selama melaluinya, tidak menyadarinya. Dalam jaman kehidupan Saudara ini, Saudara merupakan saksi dari berlangsungnya suatu jaman dan juga berakhirnya suatu jaman, masuk menjadi jaman yang baru.

Jaman pertama adalah jaman modern. Jaman kedua adalah jaman postmodern atau pasca-modern. Secara unik, Saudara berada dalam tengah peralihan suatu jaman. Hal ini merupakan suatu yang sangat besar dalam sejarah, karena sejarah pemikiran modern sudah berlangsung selamai 200 tahun. Saudara berada dalam perbatasan akhir dari jaman modern dan akan melangkah dalam suatu jaman yang baru, yaitu jaman postmodern.

Tetapi, kita perhatikan, jaman adalah jaman yang berubah, mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Tetapi bagaimana dengan pelayanan gereja kita? Seringkali kita melihat bahwa pelayanan kita justru tidak berubah dari waktu ke waktu. Jaman terus berubah, tetapi pelayanan kita sebagai orang Kristen tidak mengalami perubahan yang berarti. Sehingga gereja sangat lambat dan tidak peka dalam mengantisipasi semangat jaman yang berubah. Kita tidak memperhatikan persoalan itu.
Ada kata-kata yang menyindir orang-orang pada jaman ini: if you are not confuse, you probably don't know what is happening; Jikalau kamu tidak bingung, mungkin kamu tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jika Saudara tidak bingung melihat semangat, dan apa yang sedang berlangsung pada jaman ini, tidak berarti bahwa Saudara melihat/memperhatikan jaman ini, melainkan Saudara tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.

Pada waktu kita melayani, kita tidak menyadari bahwa jaman sudah berubah, sehingga pelayanan kita semakin lama semakin menurun. Dalam kesempatan sharing antar-gereja nanti*, kita bisa share satu sama lain mengenai pelayanan gereja kita. Mungkin sebagian gereja mengalami penurunan, sebagian gereja mengalami kemajuan. Kita akan melihat faktor-faktornya.

Kalau pelayanan kita menjadi sesuatu yang menurun, maka ini harus membuat kita berpikir: Kenapa orang-orang tidak datang ke persekutuan pemuda? Apa yang harus kita lakukan? Pada akhirnya, yang kita lakukan untuk pelayanan kita adalah bersaing dengan dunia. Bagaimana bersaing dengan dunia? Misalnya: dunia mempunyai bioskop, maka kita juga membuat pertunjukan film. Tetapi bedanya kalau bioskop dapat menarik banyak orang, tetapi film yang kita putar, misalnya Jesus in Campus Crusade, maka seluruh jalan cerita film itu sudah dapat ditebak, sehingga membuat orang lain merasa lebih baik nonton di bioskop.

Jadi apa yang kita lakukan di komisi pemuda adalah bersaing dengan dunia. Mungkin satu saat Saudara berhasil dengan membuat suatu acara yang sangat menarik, misalnya membuat suatu pertunjukan kejutan.

Dari semua acara yang menarik itu, pasti ada acara yang kurang menarik, dan ada acara yang lebih menarik dari acara-acara menarik yang lainnya. Hal itu membuat kita mati-matian dengan tak habis-habisnya berpikir bagaimana membuat suatu acara yang lebih menarik dari acara yang sebelumnya, yang sudah menarik itu. Maka akhirnya, kita tidak akan mampu dan tidak mungkin bekerja sepenuh hidup kita hanyak untuk acara komisi pemuda itu. Akhirnya kita terpuruk pada kesulitan pelayanan. Semakin lama semakin lemah, dan akhirnya persekutuan pemuda kita juga semakin lama semakin merosot.
Dalam keadaan seperti demikian, apa yang harus kita lakukan?

Ada satu hal yang harus kita lakukan, yaitu: KEMBALI KE DASAR, back to basics. Kita tidak mungkin bersaing dengan entertainment yang ditawarkan oleh dunia, maka kita harus kembali kepada apa yang Tuhan ingin kita lakukan di dalam kehidupan. Kita harus kembali kepada hal tersebut.

Kita lihat di Pengkotbah 1:4-8. Kita melihat bahwa Pengkotbah memperhatikan hidup manusia hanya sekedar sebagai lingkaran, yang saya istilahkan, lingkaran kesia-siaan.
Semua perputaran dalam alam itulah yang dilihat oleh Pengkotbah sebagai suatu lingkaran kesia-siaan. Dalam ayat 8 dikatakan segala sesuatu menjemukan, karena Pengkotbah melihat segala sesuatu adalah pengulangan dari apa yang pernah terjadi, meskipun tidak selalu persis, tetapi ada a continual beginning, suatu permulaan yang sama terus-menerus, sehingga menjadi suatu lingkaran kesia-siaan.

Manusia dalam proses kehidupannya, dari lahir hingga ia meninggal, kemudian diteruskan ke generasi berikutnya, tidak pernah dapat terlepas dari pola pengulangan yang sama, yang dikatakan Pengkotbah sebagai lingkaran yang menjemukan. Satu-satunya jalan untuk menerobos lingkaran kesia-sian ini adalah dengan melakukan Linearisasi Kehidupan. Artinya di dalam kehidupan, kita tidak hanya berjalan mengikuti lingkaran-lingkaran dalam kehidupan, tapi kita juga berjalan menuju ke sebuah tujuan yang ingin kita capai, dan tujuan yang ingin kita capai adalah CHRIST-LIKENESS, menjadi serupa dengan Kristus. Inilah tujuan utama dari kehidupan orang Kristen dalam suatu lingkaran kehidupannya, dimana ia telah berjumpa dengan Kristus (Roma 8:29). Itulah yang seharusnya menjadi tujuan setiap pribadi yang telah ditebus.

Pada waktu kita bersama-sama mempunyai tujuan yang sama sebagai orang Kristen dan pelayan Kristus dalam komisi pemuda, Saudara harus dapat berperan sebagai fasilitator pertumbuhan orang lain dalam mencapai Christ-likeness. Bagaimana dan hal-hal apa yang harus kita sediakan sebagai aktivis komisi pemuda untuk menolong anggota-anggota kita ini agar bisa menjadi orang-orang yang serupa dengan Kristus?
Untuk itu, kita kemudian melihat satu hal: Spiritual Formation. Pada waktu kita ingin menjadi serupa dengan Kristus, kita ingin mencapai Total Spirituality. Artinya dalam persekutuan pemuda kita tidak mengkotak-kotakan pembinaan anggota kita. Kita tidak hanya membina mereka hanya sekedar agar mereka mengerti firman Tuhan saja, bukan hanya bersifat sebagian saja, tetapi secara total, mencakup keseluruhan kehidupan pribadi mereka di dalam mereka berjalan menuju keserupaan dengan Kristus.

Hal yang dapat kita wujudkan dalam Total Spirituality adalah:
1. Knowing and Experiencing God in an Intimate Relationship.
2. Hollistic Development toward Holiness and Christ-likeness.
3. Obeying God and Doing the Work of His Kingdom.

Saya merasakan hal ini merupakan perumusan yang bersifat komprehensif, karena dalam pelaksanaan semuanya ini meliputi: orang itu bertumbuh, mendapatkan suatu pengetahuan, bersifat holistik, menyeluruh. Dalam ketiga poin tersebut dapat bisa diringkas lagi menjadi:
1. Knowing
2. Being
3. Doing

Bruce Powers melakukan pembagian pertumbuhan hidup manusia berdasarkan usia:
1. Usia 0-6 tahun: mengalami fase yang disebut fase nurture.
Pada waktu itu, orang tidak terlalu memikirkan dan memperhatikan arti hidup, the meaning of life. Pada fase ini, ia memperhatikan kasih dari orangtuanya dan orang-orang yang merawatnya. Sebenarnya orang tersebut tidak begitu memperhatikan perkataan orangtuanya, tetapi yang diperhatikan adalah apakah orangtua saya memperhatikan saya atau tidak.
2. Usia 7-18 tahun, disebut sebagai fase indoktrinasi.
Pada usia ini, seseorang mulai diberikan isi iman. Misalnya: seorang anak sebelum makan harus berdoa.
3. Usia 19-27 tahun, disebut sebagai fase reality testing.
Pada usia ini, seseorang menguji pengetahuan dan teori yang didapatnya dari fase indoktrinasi, bagaimana orang tersebut membuatnya nyata dalam kehidupannya.
4. Usia 28-35 tahun, orang melakukan making choices.
5. Usia 36 tahun ke atas, orang mengalami active devotion.
Pada waktu inilah seseorang merasa ia sudah mantap atas pilihan dari pengetahuan dan teori dalam hidupnya, dan secara aktif melakukan kepercayaannya.

Jadi, tahap usia yang paling mudah untuk dimenangkan adalah usia 7-18, pada saat seseorang masih mengalami fase indoktrinasi. Yang paling disulit di-Injili adalah orang yang berusia 36 tahun ke atas, karena di dalam usia ini orang tersebut merasakan segala sesuatu sudah ia dapatkan, jalankan, uji, pengalaman hidupnya sudah berbicara, dan segala sesuatu itu sudah membuktikan bahwa apa yang ia jalani dan percayai saat ini adalah sesuatu yang benar.

Yang dikatakan oleh Bruce Powers ini sebenarnya meliputi ketiga hal tadi: Knowing, Being dan Doing. Dalam usia 7-18 tahun, pada saat inilah proses Knowing terjadi. Dalam usia 19-27 tahun, ia mengalami proses Being. Dan pada waktu sesorang menjadi active devotion, ia sedang melakukan sesuatu (Doing).

Bukan berarti jika seseorang pada usia tertentu, ia berada pada tahapan tertentu pada usia tersebut. Misal: jika usia orang itu 19 tahun, maka tidak berarti ia berada dalam tahap Being. Tahap Knowing, Being, dan Doing ini merupakan suatu lingkaran yang terus berulang dalam kehidupan kita. Knowing saya akan diterjemahkan ke dalam Being, dan Being saya akan diterjemahkan ke dalam Doing. Pada waktu melakukan sesuatu, saya juga mengetahui sesuatu yang baru. Pada waktu saya mengetahui sesuatu yang baru, saya mencoba melakukan sesuatu yang baru. Pada waktu saya melakukan sesuatu yang baru, saya sedang menjadi Being yang baru. Hal ini merupakan suatu lingkaran dalam suatu kehidupan yang terus berulang, hingga kita mencapai tujuan kita, yaitu menjadi serupa dengan Kristus.

Di dalam perkembangan iman (faith development) inilah, sesuatu yang ingin kita capai adalah pertumbuhan di dalam wilayah Knowledge, Character, dan Doing. Di dalam pertumbuhan iman kita, kita ingin mempunyai pertumbuhan iman di dalam:
1. Pengetahuan
2. Being, yang diterjemahkan dengan character, dan
3. Kehidupan aktivitas yang saya lakukan di hadapan Tuhan dan di hadapan manusia.

Dengan semua ini, kita mengharapkan:
1. Adanya suatu perubahan yang berelasi dengan pengajaran Alkitab. Artinya pertumbuhan iman saya adalah pertumbuhan yang positif, yang bersesuaikan dengan pengajaran firman Tuhan, yang sudah saya gumulkan, mengerti, dan menyatukan diri dengan the unique life of each individual. Tiap orang adalah unik. Rencana Tuhan adalah rencana yang unik bagi setiap kita, maka di dalam pertumbuhan iman seseorang, Tuhan menginginkan agar setiap orang boleh bertumbuh ke arah di mana memang Tuhan menghendaki, supaya ia dapat bertumbuh sesuai dengan keunikannya masing-masing. Misal: talenta yang diberikan Tuhan memiliki keunikan masing-masing. Dalam keunikan masing-masing, kita mempunyai pertumbuhan yang terus-menerus di dalam kehidupan kita.

Kita tetap mempunyai satu pertumbuhan di dalam Knowing, Being dan Doing, sehingga kita mengharapkan suatu perubahan yang nyata bagi setiap orang yang datang bersekutu di persekutuan pemuda kita. Misalnya: ada orang yang iri hati, orang yang sedang bergumul dengan dosanya; kita mengharapkan ada perubahan terjadi pada dirinya. Bukan sekedar suatu acara berlangsung dengan sukses.

2. Bagaimana kita dapat mengevaluasi pelayanan kita berhasil atau tidak? Yaitu dengan melihat apakah terjadi perubahan pada hidup seseorang. Kalau ada individu-individu yang berubah dalam sebuah gereja, maka gereja sebagai gambaran tubuh Kristus pun akan menjadi gambaran yang terus-menerus mengalami perubahan dan pertumbuhan, yang menuju kepada keserupaan dengan Kristus secara keseluruhan. Pada waktu kita berada di gereja, kita tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dunia tawarkan kepada kita, tetapi sebaliknya kita mengharapkan adanya perubahan.

Saya boleh mengharapkan perubahan terjadi di dalam kehidupan seseorang, sama halnya pada waktu Saudara datang ke tempat ini sebagai individual. Pada waktu kita menyelesaikan tahun 1998 dan memasuki tahun yang baru, perlu kita tanyakan: Adakah perubahan yang terjadi pada diri saya? Apakah sepuluh tahun sekarang dengan sepuluh tahun yang dulu adalah saya yang tetap sama? Dengan kata lain, apakah tidak ada perubahan yang terjadi dalam hidupku? Pelayanan kita harus terus mengarah kepada hal ini, yaitu Expecting a Change, mengharapkan terjadinya perubahan. Meskipun saat ini kita mempunyai banyak kelemahan, sesuai dengan berjalannya waktu, kita harapkan ada perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam kehidupan kita, dengan demikian kita semakin lama semakin menjadi serupa dengan Kristus.

3. Kalau betul setiap kita mempunyai suatu core (inti) dan visi pelayanan yang jelas dan boleh dipakai Tuhan untuk merubah kehidupan orang-orang, pada waktu kemudian semuanya berhasil, dari waktu ke waktu terus terjadi perubahan-perubahan di dalam kehidupan mereka, maka kita akan melihat gereja masa depan adalah gereja yang gemilang. Kalau kita tidak terjerumus ke dalam segala sesuatu yang menarik, yang ramai, yang tidak kalah bersaing dengan dunia, kita akan melihat gereja abad ke-21 menjadi gereja yang terpuruk. Mungkin gereja tersebut akan terjun ke dalam sekularisme yang sama sekali tidak mempunyai daya tarik, karena justru apa yang kita lakukan adalah sama dengan apa yang dunia tawarkan.

Kita semua, bersama-sama harus yakin dalam pelayanan dan visi yang jelas, yaitu ingin membawa mereka untuk menjadi serupa dengan Kristus. berdasarkan itu, akan ada perubahan dan pertumbuhan yang terjadi dalam Knowing, Being, dan Doing melalui semua yang kita kerjakan sepanjang tahun di dalam kehidupan pribadi kita dan orang lain yang kita layani. Pada suatu waktu nanti kita boleh bersyukur: Gereja masa depan, apapun yang terjadi, sekalipun kita memasuki masa penganiayaan dimana gereja kemudian ditekan, mungkin penginjilan tidak boleh dilakukan, akan tetap yakin di dalam imannya. Kita berlomba dengan waktu, dalam waktu tiga tahun kita mendidik orang-orang, sehingga betul-betul terjadi perubahan yang sungguh di dalam kehidupannya. Dengan demikian kita boleh yakin, apapun yang terjadi di abad ke-21, kita akan dapat menghadapinya. Gereja Tuhan tidak dapat dihancurkan dan kita dapat tetap berdiri tegak, karena kita mempunyai tujuan yang jelas dalam pelayanan kita.

Ingat, engkau adalah masa depan gereja. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirimu, yang membuat engkau semakin berakar dan terus bertumbuh, menjadi organisme yang tidak mati adalah masa depan yang engkau tanamkan dalam gereja pada abad mendatang. Kalau engkau menanam pohon yang mati, maka gereja yang akan datang adalah gereja yang mati. Kalau engkau menanam iman yang hidup, maka gereja masa depan akan hidup. Gereja masa depan ada di atas pundakmu, langkahmu, tindakanmu. Gereja masa depan ada di tanganmu.

Saya sangat mengharapkan di dalam seluruh sesi NYC ini, setelah kita mendapat menjelasan mengenai apa yang harus kita lakukan di dalam Knowing, Being, dan Doing, kita akan bersama-sama merumuskannya. Maka pada akhirnya, ada 400 orang boleh dipersatukan dalam satu visi pelayanan, dalam hal-hal yang dilakukan dengan jelas untuk masa yang akan datang; Bagaimana kita bisa bergandengan tangan, saling membantu, supaya apa yang kita pikirkan ini bisa terwujudkan di dalam gereja masing-masing dan terus memajukan gereja. Kita harapkan sesuatu yang besar terjadi di abad ke-21 ini, dengan Saudara-saudara sebagai orang-orang yang dipakai Tuhan di tempat Saudara berada. Engkau akan dipakai Tuhan menjadi pelopor untuk melihat hal ini sambil Saudara melayani dan bekerja. Kita boleh melihat semua itu diwujudkan.




Copy-Paste kode di bawah ini jika Anda ingin mempublikasikannya ulang untuk keperluan non-komersil. DILARANG memodifikasi separuh atau seluruh bagian dari kode tersebut.

*Widget By freedoo Baca Selengkapnya......

Penolakan, Penyangkalan Dan Pengkhianatan

Menjelang kematian-Nya di kayu salib, Yesus masih harus menghadapi penolakan orang Yahudi (Yoh. 12:37), pengkhianatan Yudas (Yoh. 13:25), bahkan penyangkalan Petrus (Yoh. 13:38). Bukanlah suatu hal yang aneh jikalau peristiwa penolakan dan pengkhianatan dirangkaikan dengan kepedihan hati, sebagaimana dinyatakan dalam Yohanes 12:27 dan 13:21. Namun demikian, jika kita meneliti lebih lanjut, maka kepedihan hati Tuhan dengan sikap penolakan dan pengkhianatan, bukanlah sekedar suatu rangkaian yang lumrah. Mari kita telusuri kembali dengan singkat.
Penolakan dan pengkhianatan adalah merupakan suatu tindakan. Suatu tindakan yang tidak menghargai relasi dengan Yesus sekaligus dengan Allah (Yoh. 12:44-50). Ketika orang Yahudi menetapkan sikap menolak Yesus dengan ketidakpercayaan mereka, mereka bermaksud memutuskan relasi dengan Yesus, bahkan dengan orang-orang yang percaya kepada-Nya (Yoh. 12:42). Demikian pula ketika Yudas mengkhianati Yesus, ia meninggalkan Yesus dan rekan-rekan sepanggilannya untuk kemudian menjual gurunya (Yoh. 13:30). Keduanya mencerminkan tidak adanya lagi suatu percakapan, pergumulan dan penghargaan atas suatu relasi. Tindakan mereka seolah-olah memaksa Yesus untuk menerima keputusan mereka. Ketidakpercayaan orang Yahudi seolah-olah ingin meniadakan Yesus. Pengkhianatan Yudas seolah-olah bermaksud memaksa Yesus menuruti kemauannya, bahkan untuk mencapai maksudnya sendiri. Penolakan dan pengkhianatan seolah-olah bermaksud menjadikan Yesus pasif, tidak berdaya, dan akhirnya semata-mata menjadi korban. Bagaimana sikap Yesus kepada mereka?

Apakah semuanya ini kemudian menjadikan Yesus pasif, tidak berdaya dan kemudian masuk dalam kepedihan? Bagaimana pula sikap kita sebagai anak-anak-Nya menghadapi keaktifan orang berdosa atas kehidupan kita? Alkitab menegaskan bahwa kepedihan hati TUHAN bukanlah karena ketidakberdayaan dalam kepasifan, ataupun ketidakberdayaan menghadapi kejahatan manusia. Gema Kitab Nabi Yesaya menjelaskan hal ini (Yoh. 12:40). Demikian pula ketika Yesus menghadapi keaktifan Yudas yang mengkhianati-Nya, Yesus justru memberikan roti kepada Yudas dan berkata kepadanya, "Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera." Yesus tidak menjadi pasif dalam keaktifan kejahatan manusia. Ia aktif, sekaligus pedih! Inilah keajaiban pekerjaan Tuhan dalam dunia ini. Aktif tidak menjadikan arogan, seolah-olah semuanya hanya sekedar sandiwara dan kitalah sutradaranya. Pedih, bukan sekedar karena merasa menjadi korban kejahatan manusia dalam ketidakberdayaan. Inilah panggilan kita dalam jaman yang semakin rumit ini.

Bagaimana Yesus menghadapi penyangkalan Petrus? Penyangkalan Petrus membawa kepedihan tersendiri bagi Tuhan. Namun rangkaiannya berbeda dengan penolakan dan pengkhianatan. Antara Yesus dan Petrus masih ada percakapan. Petrus masih bergumul dengan Tuhannya. Petrus sangat menghargai dan memelihara relasi dirinya dengan Tuhannya (Yoh. 13:9, 37). Ketika suami-istri berselisih, ketika sesama jemaat berselisih, ketika orang tua-anak berselisih, marilah kita meletakkannya dalam pergumulan dan percakapan dalam persekutuan yang telah dianugerahkan Tuhan bagi kita. Ketika kita sukar memahami pimpinan Tuhan, ketika kita tersesat, kembalilah bergumul dalam persekutuan dengan-Nya. Jangan biarkan 'percakapan' kita dengan Tuhan tersingkirkan oleh berbagai percobaan dan kelemahan diri kita. Itulah sebabnya TUHAN menegaskan kembali hukum yang baru, yaitu kasih - menjadi ciri kehidupan murid sebagaimana Yesus mengasihi kita, bahkan sampai pada kesudahannya (Yoh. 13:1, sebagai pembukaan pasal 13). Kepedihan karena kasih sangat diperlukan. Kepedihan karena kita menghargai relasi kita dengan Tuhan harus kita pelihara. Kepedihan yang mendorong kita semakin lama semakin mengalami kelimpahan kasih-Nya dalam persekutuan kita satu dengan yang lain.

Selamat mempersiapkan hati memasuki peringatan Jumat Agung, serta menerima perjamuan Tuhan, sekaligus menyambut dengan iman dan pengharapan kuasa kebangkitan-Nya.

Salam dan doa:
Pdt. Joshua L





Copy-Paste kode di bawah ini jika Anda ingin mempublikasikannya ulang untuk keperluan non-komersil. DILARANG memodifikasi separuh atau seluruh bagian dari kode tersebut.

*Widget By freedoo Baca Selengkapnya......

Respect (Hormat)

Share by Adolf
Yesterday at 3:33pm

Amsal 1:7...Pengetahuan dimulai dari rasa hormat kepada Tuhan.....

Saat kita bertumbuh di dalam Tuhan, kita mulai menunjukan karakter dan sifat-Nya dalam pikiran, sikap dan perilaku kita. Melalui kita, kebaikan-Nya juga mengalir buat orang lain, dan rasa hormat orang lain kepada kita juga bertambah. Ini terjadi bukan karena kita menuntutnya, namun karena hal itu adalah respon alamiah karena ada kasih Tuhan dan kemuliaan-Nya yang mengalir dari hidup kita.
Karena alasan yang sama pula, kita juga seharusnya menghormati Tuhan dalam diri kita. Buang semua rasa rendah diri, pikiran-pikiran yang mengatakan kita rendah dan tidak layak...Hormatilah hadirat dan pekerjaan Tuhan di dalam diri kita...kita indah dan kita adalah ciptaan-Nya yang mulia.....semua bagian dalam diri kita adalah buatan tangan-Nya...begitu sempurna....

Bangsa Ibrani yang berjalan menyebrangi laut merah, memiliki penghormatan yang begitu rupa kepada Tuhan sehingga mereka tidak pernah menyebut nama-Nya dengan keras. Mereka mempunyai rasa hormat yang unik dan besar untuk Dia. Meskipun hubungan kita jauh berbeda hari-hari ini , ingat Dia tetap merindukan penghormatan kita. Kita anak-Nya dan Dia mencintai kita. Kita mendapat kehormatan untuk menunjukan kekaguman kita kepada-Nya. Berilah Dia penghormatan lewat hidup yang benar-benar merindukan-Nya...bahkan lewat pujian, penyembahan kita. Dia ingin mendengar kita anak-Nya yang berharga menyebut nama-Nya...setiap saat!!!!



Copy-Paste kode di bawah ini jika Anda ingin mempublikasikannya ulang untuk keperluan non-komersil. DILARANG memodifikasi separuh atau seluruh bagian dari kode tersebut.

*Widget By freedoo Baca Selengkapnya......

Copyright © 2009 - Choir Gbi Sukawarna Bandung - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template